Jumat, 27 April 2012

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan


BAB I
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
( PELAFALAN, PENULISAN HURUF DAN KATA )

Sasaran Belajar
Setelah mempelajari materi bab ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1.     melafalkan bahasa Indonesia secara tepat;
2.     menggunakan huruf-huruf dalam bahasa Indonesia secara tepat;
3.     memisahkan kata atas suku kata secara tepat;
4.     menggunakan huruf besar secara tepat;
5.     menuliskan secara tepat kata dasar, kata turunan, kata ulang, bentuk kombinasi, dan kata gabung;
6.     menuliskan secara tepat kata depan, kata ganti, kata sandang, partikel, kata bilangan, dan angka.

1.     Pendahuluan
Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan dan tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf. Jumlah lambang diperlukan tidak terlalu banyak.
Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan berlaku sejak tahun 1972 sebagai hasil penyempurnaan ejaan yang berlaku sebelumnya, yaitu ejaan Van Ophuysen (1901) dan Ejaan Republik (1947). Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu tanda (huruf) satu bunyi, tetapi kenyataan masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/,/ny/,/kh/,dan/sy/. Sebaliknya ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/, pepet dan /e/taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyustan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.

2.     Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan adalah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada waktu akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud di sini ialah ketidak teraturan penggunaan bahasa dalam melafalkan huruf dan kata dalam bahasa Indonesia. Misalnya, ada sebahagian orang menyebutkan atau melafalkan kata energi dengan enegi (baku), energi, enerhi, enersi (tidak baku). Kesalahan-kesalahan itu berupa kesalahan menyebutkan nama huruf dan kesalahan melafalkan huruf. Kesalahan melafalkan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan  bunyi yang melambangkan huruf-huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan Bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada disekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia. Ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan atau diucapkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal atau ucapan dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
        Perhatikan contoh berikut :
                    Tulisan                   Lafal yang salah       Lafal yang benar
                    teknik                     tehnik                         teknik [ t e k n i k ]
                    tegel                       tehel                           tegel [ t e g e l ]
                    energi                     enerhi, enersi            energi [ e n e r g i ]
                                                    enerji                         
                    agenda                   ahenda                       agenda [ a g e n d a ]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.
        Perhatikan contoh berikut :
                    Tulisan                   Lafal yang salah       Lafal yang benar
                    TV                           [tivi]                            [ te ve ]
                    MTQ                       [ emtekyu]                 [ em te ki ]
                                                    [ emtekui ]                

Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan, dengan kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai dengan yang ditulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
        Perhatikan contoh berikut :
                    Tulisan                   Lafal yang benar
                    coca cola                [ ko ka ko la ]
                    HCI                         [ Ha Se El ]
                    CO2                         [ Se O2 ]

Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah perlafalan bunyi/h/. pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.

3.     Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan menggunakan 26 huruf di dalam abdjadnya, yaitu mulai dengan huruf /a/sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf diantaranya, yaitu huruf /f/,/v/,/x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan di ganti dengan huruf lain.
        Contoh :
                        Fakta tidak boleh diganti dengan pakfa
                        Aktif tidak boleh diganti dengan aktip
                        Valuta tidak boleh diganti dengan paluta
                        Pasif tidak boleh diganti dengan pasip
                        Zairah tidak boleh diganti dengan jiarah siarah

Mesikupun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita ingat ketentuan pemakaian huruf /q/dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk nama dan istilah, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengah kata dan akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
        Contoh :
                        Quran tetap ditulis Quran ( nama )
                        aquarium harus ditulis dengan akuarium
                        quadrat harus ditulis dengan kuadra
                        taxi harus ditulis dengan taksi
                        complex harus ditulis dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan bunyi hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
        Contoh :
                        ta’zim harus diganti dengan taksim
                        ma’ruf harus diganti dengan makruf
                        da’wah harus diganti dengan dakwah
                        ma;mur harus diganti dengan makmur

4.     Pemisah Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persekutuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh sewenang-wenang melakukan pemotongan atau pemisahan kata, melainkan harus taat pada kaidah yang berlaku. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap, halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulis harus mengikuti kaidah - kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang disempurnakan seperti berikut ini  :
1.      Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, maka pemisahan dilakukan di antara kedua vokal tersebut.
Contoh :
permainan ® per-ma-in-an,         ketaatan ® ke-ta-at-an
2.      Apabila di tengah kata terdapat dua konsonan berurutan, maka pemisahan dilakukan di antara kedua konsonan tersebut.
Contoh :
ambil ® am-bil,                 undang  ® un-dang
3.      Apabila di tengah kata terdapat konsonan di antara dua vokal, maka pemisahan dilakukan sebelum konsonan.
Contoh :
bapak ® ba-pak,                sulit ® su-lit
4.      Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan kedua.
Contoh :
bangkrut ® bang-krut,                 instrumen ® in-stru-men

5.      Imbuhan, termasuk awalan yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan.
Contoh :
minuman ® mi-num-an,              bantulah ® ban-tu-lah

6.      Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal maupun konsonan.
Contoh :
Salah                                                 Benar
…. Ikut j-                              …ikut ju-
nga                                        ga.
….masalah                          … masalah
tu....                                      itu….

7.      Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan disamping kanan huruf.
Contoh :
Salah                                                 Benar
…. pengam                          …pengam-
bilan….                                bilan…
...bela-                                  bela-
Jar                                         jar
…be-                                     …bel-
lajar…                                  ajar…



5.     Penulisan Huruf
Ada dua hal yang diatur dalam penulisan huruf di dalam Ejaan yang disempurnakan, yaitu aturan penulisan huruf besar atau huruf kapital dan aturan penulisan huruf miring. Kedua aturan tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut.

5.1      Kaidah Penulisan Huruf Kapital
        Kaidah-kaidah penulisan yang tertera pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan masih sering diabaikan penggunaannya pada berbagai tulisan. Kesalahan dalam penulisan terjadi karena pengguna bahasa tidak mau berusaha memahami kaidah-kaidah yang tercantum dalam buku pedoman ejaan. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini akan dijelaskan secara singkat kaidah-kaidah penulisan huruf kapital yang sering menimbulkan kesalahan yang cukup tinggi. Kaidah yang jarang ditemukan kesalahan penggunaannya tidak perlu dibicarakan atau dijelaskan pada uraian berikut ini.
        Kaidah nomor 3 pada penulisan huruf kapital menyebutkan bahwa ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital, termasuk kata-kata ganti untuk Tuhan. Kata-kata seperti Quran. Maha Pengasih, Maha Esa sebagai ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan dan nama Tuhan ditulis dengan huruf kapital. Adapun ungkapan yang berhubungan dengan nama diri cukup ditulis dengan huruf kecil. Dengan demikian, kata-kata seperti jin, iblis, surga, neraka, malaikat, nabi, rasul, meskipun bertalian dengan keagamaan tidak ditulis dengan huruf kapital.
        Kata ganti Tuhan, yaitu Engkau, Nya, dan Mu, huruf awalnya harus ditulis dengan huruf kapital. Antara kata ganti dan kata yang mengikutinya harus diberikan tanda hubung karena tidak boleh ada huruf kapital diapit oleh huruf kecil. Sebagai contoh, untuk kata ganti hamba, yang dirangkaikan dengan kata ganti Tuhan (Nya) harus ditulis

5.2      Penulisan Huruf Miring
Penulis huruf miring hanya dapat dipakai pada tulisan (karangan) yang menggunakan mesin cetak atau mesin tulis yang memiliki huruf miring. Tulisan (karangan) berupa tulisan tangan atau pengetikan dengan menggunakan mesin tulis biasa yang tidak memiliki huruf miring dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu kata yang dicetak miring dengan menggunakan huruf miring dapat diberi garis bawah sebagai gantinya. Dengan kata lain, semua kata yang akan dicetak miring diberi garis bawah dalam tulisan tangan atau ketikan biasa.
Huruf miring dapat dipakai (1) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutib dalam karangan, (2) menegaskan atau mengkhususkan  huruf, bagian kata, atau kelompok kata, dan (3) menuliskan kata nama – nama ilmiah atau ungkapan asing.
Contoh :
                  Majalah bahasa dan kesusastraan
Surat kabar pedoman rakyat
Weltanschauung diterjemahkan menjadi pedagang dunia

6.          Penulis kata
    Kaidah penulis kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Indonesia yang Disempurnakan berjumlah 22 kaidah. Kaidah – kaidah tersebut perlu mendapat perhatian kita. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang sering tak dipatuhi dalam penulisan. Kesalahan penulisan muncul karena kurangnya pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna bahasa perlu diberikan penjelasan secukupnya mengenai cara penulisan kata.

                    6.1     Penulisan kata turunan
Unsur – unsur imbuhan pada kata turunan, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan kombinasi awalan dan akhiran (konfiks) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kalau bentuk yang mendapat imbuhan itu merupakan gabungan kata, awalan atau akhiran itu ditulis serangkai dengan kata yang berhubungan langsung saja, sedangkan dasarnya yang berupa gabungan kata itu tetap ditulis terpisah tanpa tanda hubung. Gabungan kata yang sekaligus mendapat awalan dan akhiran penulisannya dirangkaikan tanpa tanda hubung.
Contoh :
              sebar                           tanggung jawab
              disebar                                   bertanggung jawab
              sebarkan                    tanggung jawabnya
              disebarkan                pertanggung jawaban

                    6.2     Penulisan kata ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Pemakaian angka (2) untuk menyatakan bentuk pengulangan hendaknya dihindari. Penggunaan angka dua (2) hanya dapat dipakai pada tulisan cepat atau pencatatan saja. Pada tulisan resmi, penulisan kata ulang harus ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh :
                sayur-sayuran                       bersahut-sahut
                sayur-sayuran                       sahut-sahutan
                sayur-mayur                         bersahut-sahut
Ada juga bentuk pengulangan yang berasal dari bentuk dasar kata gabung atau lazim disebut kata majemuk. Pada pengulangan bentuk seperti ini, yang diulang hanya bagian yang pertama saja, sedangkan bagian yang kedua tidak diulang.
Contoh :
                Bentuk dasar             Bentuk Pengulangan
                mata pelajaran                      mata-mata pelajaran
                rumah sakit                           rumah-rumah sakit
                kereta api                              kereta-kereta api
                  6.3      Penulisan kata ulang
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah bagian-bagiannya. Kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri dan hanya muncul dalam bentuk kombinasi, maka penulisannya harus dirangkaikan.
                    Contoh :
                              Kata Gabung                               Bentuk Kombinasi
                              duta besar                                   Pancasila
                              daya beli                                      tunanetra
                              rumah bersalin                           antarkota
                       
Bentuk kata dasar seperti daya beli, rumah bersalin, ditulis terpisah bagian-bagiannya, sedangkan panca-,tuna-, yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata lepas ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sejalan dengan penjelasan diatas, maka mahakuasa, mahamulia ditulis  serangkai karena maha-sebagai unsur terkait diikuti oleh bentuk dasar (kecuali bentuk Maha Esa). Kalau yang mengikutinya bukan bentuk dasar, melainkan bentuk turunan, maka penulisannya dipisahkan.
                    Contoh :
                              Mahatahu                                                Mahakasih
                              Maha Mengetahui                      Maha Pengasih
                              Maha Mendengar                       Maha Melihat

Gabungan kata yang sudah sebagai satu kata dan dianggap sudah padu ditulis serangkai, seperti manakalah, matahari, sekaligus, daripada, hulubalang, dan bumiputra. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung di antara bentuk yang menjadi unsurnya. Pemberian tanda hubung pada kata tersebut diletakkan dibelakang unsur yang menjadi inti kata gabung tersebut.
                    Contoh :
                              Buku sejarah baru                      buku-sejarah baru
                                                                                    buku sejarah - baru
                  6.4      Kata Ganti, ku, kau, mu dan nya
Kata ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya yang ada pertaliannya dengan aku, engkau, kamu dan dia ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Perhatikan contoh berikut ini : bukuku, bukumu, bukumu, bukunya, kuambil, kauambil. Adapun kata aku, engkau, kamu dan dia ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Perhatikan contoh berikut ini : bukuku, bukumu, kuambil, kauambil. Adapun kata aku, engkau, kamu, dan dia ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya atau yang mendahuluinya.

6.5          Kata depan di, ke dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Sering pengguna bahasa masih kabur menerapkan kaidah tersebut karena tidak dapat membedakan antara bentuk awalan di dan ke yang penulisannya dirangkaikan, dan kata depan di dan ke  yang penulisannya dipisahkan. Awalan di- dan ke- yang penulisannya dirangkaikan selalu berhubungan dengan kata kerja dan mempunyai pasangan atau dapat dipertukarkan dengan awalan me-. Misalnya, dibeli dapat dipertukarkan dengan awalan membeli. Adapun kata depan di dan ke selalu menunjukkan arah atau tempat dan tidak mempunyai pasangan tetap seperti awalan di-. Cara lain yang dapat dipakai untuk mengetahui kata depan adalah dengan menggunakan kata tanya di mana. Semua jawaban pertanyaan              di mana dan ke mana mengacu pada kata depan.
                    Contoh :
Dimana Pical berada ? (jawabannya di sana di sini )
Ke mana Saudara pergi ? (jawabannya ke sana atau ke sini )

6.6          Partikel lah, kah, tah, pun dan per
Partikel –lah –kah ditulis  serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Adapun partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya, kecuali pada kata adapun, meskipun, walaupun, dan sejenisnya yang sudah dianggap padu benar. Partikel pun ditulis terpisah karena bentuknya hampir sama dengan bentuk kata lepas. Bentuk pun seperti itu mempunyai makna juga sehingga penulisannya dipisahkan.
                    Contoh :
Persoalan itu pun dikemukakannya
(Persoalan itu juga  dikemukanannya)
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus
(apa juga  yang dimakannya, ia tetap kurus)
Kalau gratis, aku pun ikut menonton
(Kalau gratis, aku juga ikut menonton)

Disamping partikel pun, terdapat juga partikel per dalam bahasa Indonesia. Partikel per ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Partikel per ditulis terpisah karena per bentuknya sama dengan kata dan mengandung arti mulai, demi dan setiap.
                    Contoh :
Gaji buruh dinaikkan per 1 Januari 1990. (mulai)
Mobil-mobil yang melalui jembatan itu harus masuk satu per satu. (demi)
Harga kain itu Rp. 2.000,00 per meter. (setiap)

6.7            Pemakaian Angka Bilangan
Kesalahan yang sering muncul dalam pemakaian ejaan adalah pemakaian bilangan tingkat. Kadang-kadang pengguna bahasa tidak dapat membedakan cara menggunakan angka Romawi dengan angka biasa (angka Arab). Kalau kita menggunakan angka biasa atau angka Arab, maka angka Arab tersebut disertai dengan awalan ke-. Di samping kedua cara diatas, masih ada cara lain yang dapat digunakan, yaitu semua bilangan, tingkat itu ditulis dengan huruf (kata).
                    Contoh :
Salah                                           Benar
Perang Dunia ke II                   Perang Dunia II
                                                    Perang Dunia Kedua
abad ke 20                                 abad ke-20
                                                    abad kedua puluh
di tingkat ke dua                                  di tingkat ke-2
                                                    di tingkat kedua
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian atau pemaparan. Jadi, kalau dalam kalimat itu terdapat suatu bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua angka tidak berurutan, bilangan tersebut harus ditulis dengan kata, bukan dengan angka.
                    Contoh :
Amir belajar sampai tiga kali sehari. (benar)
Amir belajar sampai 3 kali sehari. (salah)
Ibu membeli tiga lembar baju di pasar. (benar)
Ibu membeli 3 lembar baju di pasar. (salah)
Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah empat puluh lima orang, yaitu dua puluh tujuh orang dari kalangan pria dan delapan belas orang dari kalangan wanita (salah).
Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah 45 orang, yaitu 27 orang dari kalangan pria dan 18 orang dari kalangan wanita (benar).



Tidak ada komentar: