BAB
I
EJAAN
BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
( PELAFALAN, PENULISAN HURUF DAN KATA )
Sasaran Belajar
Setelah mempelajari materi bab ini, mahasiswa
diharapkan mampu :
1. melafalkan bahasa Indonesia secara tepat;
2. menggunakan huruf-huruf dalam bahasa Indonesia
secara tepat;
3. memisahkan kata atas suku kata secara
tepat;
4. menggunakan huruf besar secara tepat;
5. menuliskan secara tepat kata dasar, kata turunan, kata ulang,
bentuk kombinasi, dan kata gabung;
6. menuliskan secara tepat kata depan, kata ganti, kata sandang,
partikel, kata bilangan, dan angka.
1. Pendahuluan
Dasar
yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi
ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang
yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan
huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya
disampaikan secara lisan.
Keseluruhan
peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu
bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan
ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan dan
tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan
bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
Jumlah lambang diperlukan tidak terlalu banyak.
Ejaan
bahasa Indonesia
yang disempurnakan berlaku sejak tahun 1972 sebagai hasil penyempurnaan ejaan
yang berlaku sebelumnya, yaitu ejaan Van Ophuysen (1901) dan Ejaan Republik (1947).
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan
fonemis, yaitu satu tanda (huruf) satu bunyi, tetapi kenyataan masih terdapat
kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih
dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/,/ny/,/kh/,dan/sy/. Sebaliknya ada dua
fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/, pepet dan /e/taling.
Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyustan ejaan bahasa Indonesia yang
lebih sempurna.
2. Pelafalan
Salah
satu hal yang diatur dalam ejaan adalah cara pelafalan atau cara pengucapan
dalam bahasa Indonesia .
Pada waktu akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa
Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud di sini ialah ketidak teraturan
penggunaan bahasa dalam melafalkan huruf dan kata dalam bahasa Indonesia .
Misalnya, ada sebahagian orang menyebutkan atau melafalkan kata energi
dengan enegi (baku ), energi,
enerhi, enersi (tidak baku ).
Kesalahan-kesalahan itu berupa kesalahan menyebutkan nama
huruf dan kesalahan melafalkan huruf. Kesalahan melafalkan dapat terjadi karena
lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan
bunyi yang melambangkan huruf-huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan
kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa
Belanda, dan Bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan
dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud
bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada disekitarnya. Lain halnya
dengan bahasa Indonesia. Ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus
dilafalkan atau diucapkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal atau
ucapan dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut :
Tulisan Lafal yang salah Lafal yang benar
teknik
tehnik teknik [ t e k n i k ]
tegel tehel tegel [ t e g e l ]
energi enerhi, enersi energi [ e n e r g i ]
enerji
agenda ahenda agenda [ a g e n d a ]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah
mengenai singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan
pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.
Perhatikan
contoh berikut :
Tulisan Lafal yang salah Lafal yang benar
TV [tivi] [ te ve ]
MTQ [ emtekyu] [ em te ki ]
[
emtekui ]
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai
pemakaian dan pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam
kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama
orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung dan sebagainya
disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali ada pertimbangan lain.
Pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan adat, hukum, agama, atau
kesejahteraan, dengan kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik
(Soewandi) atau Ejaan yang disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja
diucapkan tidak sesuai dengan yang ditulis, bergantung pada pemilik nama
tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia,
nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku
untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut
tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih
lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan
contoh berikut :
Tulisan Lafal yang benar
coca cola
[ ko ka ko la ]
HCI [ Ha Se El ]
CO2 [ Se O2 ]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah
perlafalan bunyi/h/. pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia.
Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan
jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir.
Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan
lemah atau tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit.
Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/atau
/y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut
karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa asalnya, seperti kata
mahir, lahir, kohir, kohesi.
3. Pemakaian Huruf
Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan menggunakan 26 huruf di dalam abdjadnya,
yaitu mulai dengan huruf /a/sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf
diantaranya, yaitu huruf /f/,/v/,/x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan
sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia .
Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan
dan jangan di ganti dengan huruf lain.
Contoh :
Fakta tidak boleh diganti dengan pakfa
Aktif tidak boleh
diganti dengan aktip
Valuta tidak boleh
diganti dengan paluta
Pasif tidak boleh
diganti dengan pasip
Zairah tidak boleh
diganti dengan jiarah siarah
Mesikupun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke
dalam bahasa Indonesia ,
harus kita ingat ketentuan pemakaian huruf /q/dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat
dipakai untuk nama dan istilah, sedangkan untuk istilah umum harus diganti
dengan huruf /k/. demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti
xenon, sinar x, x + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengah kata dan akhir
kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
Contoh :
Quran tetap ditulis
Quran ( nama )
aquarium harus ditulis
dengan akuarium
quadrat harus ditulis
dengan kuadra
taxi harus ditulis
dengan taksi
complex harus ditulis
dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/,
juga digunakan untuk melambangkan bunyi hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna
bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh :
ta’zim harus diganti
dengan taksim
ma’ruf harus diganti
dengan makruf
da’wah harus diganti
dengan dakwah
ma;mur
harus diganti dengan makmur
4. Pemisah Suku Kata
Setiap
suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat
didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persekutuan atau pemisahan suku
kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian
akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh sewenang-wenang
melakukan pemotongan atau pemisahan kata, melainkan harus taat pada kaidah yang
berlaku. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan
kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap,
halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulis harus mengikuti kaidah
- kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang disempurnakan seperti
berikut ini :
1.
Apabila
di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, maka pemisahan dilakukan di antara
kedua vokal tersebut.
Contoh
:
permainan
® per-ma-in-an, ketaatan ® ke-ta-at-an
2.
Apabila
di tengah kata terdapat dua konsonan berurutan, maka pemisahan dilakukan di
antara kedua konsonan tersebut.
Contoh
:
ambil
® am-bil, undang ® un-dang
3.
Apabila
di tengah kata terdapat konsonan di antara dua vokal, maka pemisahan dilakukan
sebelum konsonan.
Contoh
:
bapak
® ba-pak, sulit ® su-lit
4.
Apabila
di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di
antara konsonan pertama dan konsonan kedua.
Contoh :
bangkrut ®
bang-krut, instrumen ®
in-stru-men
5.
Imbuhan, termasuk awalan yang biasanya ditulis serangkai
dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan.
Contoh :
minuman ®
mi-num-an, bantulah ® ban-tu-lah
6.
Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan
ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal maupun konsonan.
Contoh :
Salah Benar
…. Ikut j- …ikut
ju-
nga ga.
….masalah …
masalah
tu.... itu….
7.
Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan
diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi
diletakkan disamping kanan huruf.
Contoh :
Salah Benar
…. pengam …pengam-
bilan…. bilan…
...bela- bela-
Jar jar
…be- …bel-
lajar… ajar…
5. Penulisan
Huruf
5.1
Kaidah Penulisan
Huruf Kapital
Kaidah-kaidah penulisan yang
tertera pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan masih
sering diabaikan penggunaannya pada berbagai tulisan. Kesalahan dalam penulisan
terjadi karena pengguna bahasa tidak mau berusaha memahami kaidah-kaidah yang
tercantum dalam buku pedoman ejaan. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini
akan dijelaskan secara singkat kaidah-kaidah penulisan huruf kapital yang
sering menimbulkan kesalahan yang cukup tinggi. Kaidah yang jarang ditemukan
kesalahan penggunaannya tidak perlu dibicarakan atau dijelaskan pada uraian
berikut ini.
Kaidah nomor 3 pada penulisan huruf
kapital menyebutkan bahwa ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab
suci huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital, termasuk kata-kata ganti untuk
Tuhan. Kata-kata seperti Quran. Maha Pengasih, Maha Esa
sebagai ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan dan nama Tuhan ditulis
dengan huruf kapital. Adapun ungkapan yang berhubungan dengan nama diri cukup
ditulis dengan huruf kecil. Dengan demikian, kata-kata seperti jin, iblis, surga,
neraka, malaikat, nabi, rasul, meskipun bertalian dengan keagamaan tidak
ditulis dengan huruf kapital.
Kata ganti
Tuhan, yaitu Engkau, Nya, dan Mu, huruf awalnya harus ditulis dengan huruf
kapital. Antara kata ganti dan kata yang mengikutinya harus diberikan tanda
hubung karena tidak boleh ada huruf kapital diapit oleh huruf kecil. Sebagai
contoh, untuk kata ganti hamba, yang dirangkaikan dengan kata ganti Tuhan (Nya)
harus ditulis
5.2
Penulisan Huruf
Miring
Penulis
huruf miring hanya dapat dipakai pada tulisan (karangan) yang menggunakan mesin
cetak atau mesin tulis yang memiliki huruf miring. Tulisan (karangan) berupa
tulisan tangan atau pengetikan dengan menggunakan mesin tulis biasa yang tidak
memiliki huruf miring dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu kata yang dicetak
miring dengan menggunakan huruf miring dapat diberi garis bawah sebagai
gantinya. Dengan kata lain, semua kata yang akan dicetak miring
diberi garis bawah dalam tulisan tangan atau ketikan biasa.
Huruf miring dapat dipakai (1) menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutib dalam karangan, (2) menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau
kelompok kata, dan (3) menuliskan kata nama – nama ilmiah atau ungkapan asing.
Contoh :
Majalah bahasa dan kesusastraan
Surat kabar pedoman
rakyat
Weltanschauung diterjemahkan
menjadi pedagang dunia
6.
Penulis kata
Kaidah penulis kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Indonesia yang
Disempurnakan berjumlah 22 kaidah. Kaidah – kaidah tersebut perlu mendapat
perhatian kita. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang sering tak
dipatuhi dalam penulisan. Kesalahan penulisan muncul karena kurangnya
pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna
bahasa perlu diberikan penjelasan secukupnya mengenai cara penulisan kata.
6.1 Penulisan kata turunan
Unsur – unsur imbuhan pada kata turunan, yaitu
awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan kombinasi awalan dan
akhiran (konfiks) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kalau bentuk yang
mendapat imbuhan itu merupakan gabungan kata, awalan atau akhiran itu ditulis
serangkai dengan kata yang berhubungan langsung saja, sedangkan dasarnya yang berupa
gabungan kata itu tetap ditulis terpisah tanpa tanda hubung. Gabungan kata yang
sekaligus mendapat awalan dan akhiran penulisannya dirangkaikan tanpa tanda
hubung.
Contoh
:
sebar tanggung jawab
disebar bertanggung
jawab
sebarkan tanggung jawabnya
disebarkan pertanggung jawaban
6.2 Penulisan kata ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung. Pemakaian angka (2) untuk menyatakan bentuk
pengulangan hendaknya dihindari. Penggunaan angka dua (2) hanya dapat dipakai
pada tulisan cepat atau pencatatan saja. Pada tulisan resmi,
penulisan kata ulang harus ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda
hubung.
Contoh
:
sayur-sayuran bersahut-sahut
sayur-sayuran sahut-sahutan
sayur-mayur bersahut-sahut
Ada juga bentuk pengulangan
yang berasal dari bentuk dasar kata gabung atau lazim disebut kata majemuk.
Pada pengulangan bentuk seperti ini, yang diulang hanya bagian yang pertama
saja, sedangkan bagian yang kedua tidak diulang.
Contoh :
Bentuk dasar Bentuk
Pengulangan
mata pelajaran mata-mata pelajaran
rumah sakit rumah-rumah sakit
kereta
api kereta-kereta
api
6.3 Penulisan kata ulang
Gabungan
kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah bagian-bagiannya. Kalau
salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri dan hanya muncul dalam bentuk
kombinasi, maka penulisannya harus dirangkaikan.
Contoh :
Kata Gabung Bentuk
Kombinasi
duta besar Pancasila
daya beli tunanetra
rumah bersalin antarkota
Bentuk
kata dasar seperti daya beli, rumah bersalin, ditulis terpisah
bagian-bagiannya, sedangkan panca-,tuna-, yang tidak dapat berdiri sendiri
sebagai kata lepas ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sejalan
dengan penjelasan diatas, maka mahakuasa, mahamulia ditulis serangkai karena maha-sebagai unsur
terkait diikuti oleh bentuk dasar (kecuali bentuk Maha Esa). Kalau yang
mengikutinya bukan bentuk dasar, melainkan bentuk turunan, maka penulisannya
dipisahkan.
Contoh :
Mahatahu
Mahakasih
Maha Mengetahui Maha Pengasih
Maha Mendengar Maha Melihat
Gabungan
kata yang sudah sebagai satu kata dan dianggap sudah padu ditulis serangkai,
seperti manakalah, matahari, sekaligus, daripada, hulubalang,
dan bumiputra. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian
dapat ditulis dengan tanda hubung di antara bentuk yang menjadi unsurnya.
Pemberian tanda hubung pada kata tersebut diletakkan dibelakang unsur yang
menjadi inti kata gabung tersebut.
Contoh :
Buku sejarah baru buku-sejarah baru
buku
sejarah - baru
6.4 Kata Ganti, ku, kau, mu dan nya
Kata
ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya yang ada
pertaliannya dengan aku, engkau, kamu dan dia ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Perhatikan contoh berikut ini : bukuku,
bukumu, bukumu, bukunya, kuambil, kauambil. Adapun
kata aku, engkau, kamu dan dia ditulis serangkai dengan
kata yang mendahuluinya. Perhatikan contoh berikut ini : bukuku, bukumu,
kuambil, kauambil. Adapun kata aku, engkau, kamu,
dan dia ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya atau yang
mendahuluinya.
6.5
Kata
depan di, ke dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis
terpisah dari kata yang mendahuluinya. Sering pengguna bahasa masih kabur
menerapkan kaidah tersebut karena tidak dapat membedakan antara bentuk awalan di
dan ke yang penulisannya dirangkaikan, dan kata depan di dan ke
yang penulisannya dipisahkan. Awalan
di- dan ke- yang penulisannya dirangkaikan selalu berhubungan
dengan kata kerja dan mempunyai pasangan atau dapat dipertukarkan dengan awalan
me-. Misalnya, dibeli dapat dipertukarkan dengan awalan membeli.
Adapun kata depan di dan ke selalu menunjukkan arah atau tempat
dan tidak mempunyai pasangan tetap seperti awalan di-. Cara lain yang
dapat dipakai untuk mengetahui kata depan adalah dengan menggunakan kata tanya
di mana. Semua jawaban pertanyaan di mana dan ke mana
mengacu pada kata depan.
Contoh :
Dimana Pical berada ? (jawabannya di sana di sini )
Ke
mana Saudara pergi ? (jawabannya ke sana
atau ke sini )
6.6
Partikel lah,
kah, tah, pun dan per
Partikel –lah –kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Adapun partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya, kecuali
pada kata adapun, meskipun, walaupun, dan sejenisnya yang sudah dianggap padu
benar. Partikel pun ditulis terpisah karena bentuknya hampir sama dengan bentuk
kata lepas. Bentuk pun seperti itu mempunyai makna juga sehingga
penulisannya dipisahkan.
Contoh :
Persoalan
itu pun dikemukakannya
(Persoalan
itu juga dikemukanannya)
Apa
pun yang dimakannya, ia tetap kurus
(apa
juga yang dimakannya, ia tetap
kurus)
Kalau gratis, aku pun ikut menonton
(Kalau gratis, aku juga ikut menonton)
Disamping partikel pun, terdapat juga partikel per
dalam bahasa Indonesia. Partikel per ditulis terpisah dari bagian-bagian
kalimat yang mendampinginya. Partikel per ditulis terpisah karena per
bentuknya sama dengan kata dan mengandung arti mulai, demi dan setiap.
Contoh :
Gaji buruh dinaikkan per 1 Januari 1990. (mulai)
Mobil-mobil yang melalui jembatan itu harus masuk satu per satu.
(demi)
Harga kain itu Rp. 2.000,00 per meter. (setiap)
6.7
Pemakaian
Angka Bilangan
Kesalahan
yang sering muncul dalam pemakaian ejaan adalah pemakaian bilangan tingkat.
Kadang-kadang pengguna bahasa tidak dapat membedakan cara menggunakan angka
Romawi dengan angka biasa (angka Arab). Kalau kita menggunakan angka biasa atau
angka Arab, maka angka Arab tersebut disertai dengan awalan ke-. Di
samping kedua cara diatas, masih ada cara lain yang dapat digunakan, yaitu
semua bilangan, tingkat itu ditulis dengan huruf (kata).
Contoh :
Salah Benar
Perang Dunia ke II Perang
Dunia II
Perang Dunia Kedua
abad
ke 20 abad
ke-20
abad
kedua puluh
di tingkat ke dua di
tingkat ke-2
di
tingkat kedua
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian atau pemaparan. Jadi, kalau dalam
kalimat itu terdapat suatu bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua
angka tidak berurutan, bilangan tersebut harus ditulis dengan kata, bukan
dengan angka.
Contoh :
Amir belajar sampai tiga kali sehari. (benar)
Amir belajar sampai 3 kali sehari. (salah)
Ibu membeli tiga lembar baju di pasar. (benar)
Ibu membeli 3 lembar baju di pasar. (salah)
Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah empat puluh lima orang, yaitu
dua puluh tujuh orang dari kalangan pria dan delapan belas orang dari kalangan
wanita (salah).
Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah 45 orang, yaitu 27 orang dari
kalangan pria dan 18 orang dari kalangan wanita (benar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar