BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian
dari kerangka karangan?
2.
Apa manfaat
kerangka karangan?
1.3 Tujuan
1.
Kita dapat
mengetahui apa itu kerangka karangan,
2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kerangka Karangan
Jarang
terdapat orang-orang yang langsung menuangkan isi pikirannya sekaligus secara
teratur, terperinci dan sempurna diatas kertas. Pada umumnya penulis pertama-tama
harus membuat sebuah bagan atau rencana kerja, yang setiap kali dapat mengalami perbaikan dan
penyempurnaan sehingga dicapai bentuk yang lebih sempurna. Untuk membuat
perencanaan semacam itu diperlukan metode yang teratur, sehingga pada waktu
menyusun bagian-bagian dari topik yang akan di garap itu dapat dilihat hubungan
yang jelas antara satu bagian dengan bagian-bagian yang lain, bagian mana yang
sudah baik dan bagian mana yang masih memerlukan penyempurnaan. Metode yang
biasa dipakai untuk maksud tersebut disebut kerangka
karangan atau outline.
Sebuah kerangka
karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu
topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu
penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis
membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan-gagasan tambahan. Sebuah kerangka
karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi
selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai seuatu bentuk
yang semakn lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan
sederhana, tetapi dapat juga berbentuk mendetail, dan digarap dengan sangat
cermat. Secara singkat dapat dikatakan
kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar
dari suatu karangan yang.
2.2 Manfaat
kerangka karangan
Mengapa metode
ini sangat dianjurkan kepada para penulis, terutama kepada mereka yang baru
mulai menulis ?
Karena metode
ini akan membantu setiap penulis untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak
perlu dilakukan. Atau secara terperincidapat dikatakan bahwa kerangka karangan
dapat membantu penulis dalam hal-hal berikut :
a.
Untuk menyusun karangan secara teratur. Kerangka karangan membantu penulis untuk melihata
wujud gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah
susunan dan hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat,
harmonojis dalam perimbangannya. Dengan kata lain, apakah tesis atau
pengungkapan maksud sudah disusun dalam pola teratur atau tidak.
b.
Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang
berbeda-beda. Setiap tulisan
dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks
dari seluruh karangan itu terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda
kepentingannya terhadap klimaks yang utama tadi. Tiap bagian jua mempunyai
klimaks tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat secara
terus-menerus menuju kepada klimaks utama, maka susunan bagian-bagian haris
diatur pula sekian macam sehingga tercipta klimaks yang berbeda-beda yang dapat
memikat perhatian pembaca.
c.
Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali
atau lebih. Ada kemungkinan
suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih, sesuai dengan kebutuhan
dari tiap karangan itu. Namun penggarapan topik sampai dua kali atau lebbih
tidak perlu. Kalau hal itu hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan
misalnya : bila penulis tidak sadar betul maka pendapatnya mengenai topik yang
sama pada bagian terdahulu lain, sedangkan pada bagian kemudian bertentang
dengan terdahulu. Hal ini tidak dapat diterima, bahwa dalam satu karangan yang
sama terdapat pendapat yang bertentangan satu sama lain. Di pihak lain
menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang waktu, tenaga dan
materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada
bagian topik tadi harus diuraikan, sedangkan bagian yang lain cukup dengan
menunjuk kembali kepada bagian yang lain tadi (lihat selanjutnya catatan
kaki).
d.
Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu. Dengan mempergunakan perincian-perincian dalam
kerangka karangan penulis dengan mudah akan mencari data-data atau fakta-fakta
untuk memperjelas atau membuktikan pendaapatnya. Atau data dan fakta yang telah
dikumpulkan dan dipergunakan untuk bagian-bagian mana dari karangannya itu.
e.
Bila seorang
pembaca kelak menghadapi karanga yang telah siap, ia dapat menyusutkanya
kembali kepada kerangka karangan yang hakekatnya sama dengan apa yang telah
dibuat pengarangnya. Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan,
struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan
miniatur atau tropotipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini
karangan tersebut dapat diteliti, dianalisa, dan dipertimbangkan secara
menyeluruh, bukan secara terlepas-lepas. Dengan demikian : tesis/ pengungkapan
maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan.
2.3 Penyusunan
kerangka karangan
Suatu
kerangka karangan yang baik tidak sekali dibuat. Penulis selalu akan berusaha
menyempurnakan bentuk yang pertama, sehingga bisa diperoleh bentuk yang lebih
baik, demikian seterusnya. Untuk itu dapat dikemukakan langkah yang perlu
diikuti, terutama bagi mereka yang baru mulai menulis. Langkah-langkah ini
tidak mutlak harus diikuti oleh penulis-penulis yang sudah mahir. Seoarang
penulis yang sudah bisa dengan tulisan-tulisan yang kompleks, akan dengan mudah
menyusun suatu kerangka karangan yang baik. Namun sebelum seorang penulis baru
mahir menyusun sebuah karangan ia memerlukan beberap tuntunan.
Langkah-langkah
sebagai tuntunan yang harus diikuti adalah sebagai berikut :
a.
Rumuskan tema yang jelas berdasarkan suatu
topik dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi. Tema yang dirumuskan
untuk kepentingan suatu kerangkan karangan haruslah berbentuk tesis atau pengungkapan maksud.
b.
Langkah
yang kedua adalah mengadakan invetarisasi
topik-topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau
pengungkapan maksud tadi. Dalam hal ini penuli boleh mencatat banyak-banyaknya
topik-topik yang terlintas dalam pikirannya, dengan tidak perlu langsung
mengadakan evaluasi terhadap topik-topik tadi.
c.
Langkah
yang ke tiga adalah penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah
tercatat pada langkah kedua diatas. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dalam
beberapa tahap sebagai berikut :
Pertama : apakah semua topik yang tercatat mempunyai pertalian
(relevansi) langsung dengan tesis atau pengungkapan maksud. Bila ternyata sama
sekali tidak ada hubungan maka topik tersebut dicoret dari daftar diatas.
Kedua : Semua topik yang masih dipertahankan
kemudian dievaluasi lebih lanjut.
Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya merupakan
hal yang sama, hanya dirumuskan dengan cara yang berlainan. Bila ternyata
terdapat kasus yang semacam itu, maka harus diadakan perumusan baru yang mencakup
semua topik tadi.
Ketiga : Evaluasi lebih lanjut ditunjukkan kepada persoalan :
apakah semua topik itu sama derajatnya, atau ada topik yang sebenarnya
merupakan bawahan atau perincian dari topik yang lain. Bila ada masukan topik
bawahan itu kedalam topik yang dianggap lebih tinggi kedudukannya.
Bila topik bawahan itu hanya ada satu usahakan dengan
dilengkapi dengan topik-topik bawahan yang lain.
Keempat : Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang
kedudukannya sederajat, tetapi lebih rendah dari topik-topik yang lain bila
terdapat hal yang demikian, maka usahakanlah untuk mencari satu topik yang
lebih tinggi yang akan membawahi.
d.
Untuk
mendapatkan sebuah kerangka yang sangat terperinci maka langkah kedua dan
ketiga dikerjakan berulang-ulang untuk menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatannya.
e.
Sesudah
semuanya siap masih harus dilakukan langkah yang terakhir, yaitu menentukan sebuah
pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari tesis
atau pengungkapan maksud sebagai yang telah diperoleh dengan mempergunakan
semua langkah diatas. Diperoleh dengan mempergunakan perincian akan disusun
kembali sehingga akan diperoleh sebuah kerangka karangan yang baik.
2.4
Pola susunan kerangka karangan
Untuk
memperoleh suatu susunan kerangka karangan yang teratur, biasanya dipergunakan
beberapa cara atau tipe susunan. Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis. Pola alamiah dari suatu kerangka karangan biasanya
didasarkan atas urutan-urutan kejadian, atau urutan-urutan tempat atau ruang.
Sebaliknya pola logis walaupun masi ada sentujan dengan keadaan yang nyata,
tetapi lebih dipengaruhi oleh jalan pikiran manusia yang menghadapi persoalan
yang tengah digarap itu.
Susunan
alamiah dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu :
a.
Urutan Waktu (Kronologis)
Urutan waktu
atau urutan kronologis adalah urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa
atau tahap-tahap kejadian. Yang paling mudah dalam pola urutan ini adalah
mengurutkan peristiwa menurut urutan kejadiannya atau berdasarkan kronoliginya
; peristiwa yang satu mendahului yang lain , atau suatu peristiwa mengikuti
persitiwa yang lain. Sering suatu peristiwa hanya akan menjadi penting bila
dilihat dalam rangkaian dengan peristiwa-peristiwa lainnya. Biasanya peristiwa
yang pertama sama sekali tidak menarik perhatian, sampai rangkaian kejadian itu
mengalami perkembangan.
Suatu corak
lain yang dari urutan kronologis yang sering dipergunakan dalam roman, novel,
cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, dalam suatu variasi yang
mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan Sorot-balik (fleshback) sejak awal mula
perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi. Uraian selanjutnya mencakup
perkembangan sesudah apa yang dikemukakan dalam bagian pertama yaitu titik yang
menegangkan tadi.
Urutan
kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu-satunya
cara yang kurang menarik dan paling lemah. Sering, terutama dalam menjelaskan
satu proses, urutan ini merupakan cara yang esensial.
b.
Urutan Ruang
(Spasial)
Urutan ruang
atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang
diuraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat, urutan
ini terutama digunakan dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif.
c.
Urutan Pemecahan Masalah
Urutan
pemecahan masalah dimulai dari urutan suatu masalah tertentu, kemudian bergerak
menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut. Sekurang-kurangnya
uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian
utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, kedua, analisa
mengenai sebab-sebab atau akibat-akibat dari persoalan dan akhirnya
alternatif-alternatif untuk jalan keluar dari masalah yang dihadapi tersebut.
Dengan
demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus
benar-benar menemukan sebuah sebab baik yang langsung maupun tidak langsung
bertalian dengan masalah tadi. Setiap masalah hanya dapat dikatakan dengan
masalah kalau akibat-akibat yang ditimbulkan telah mencapai titik kritis. Sebab
itu untuk memecahkan masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan
sebab-sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun
yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak.
Sebuah
panitia yang dibentuk untuk mengatasi masalah bencana alam yang terjadi karena
banjir yang melanda suatu daerah, tidak akan berhasil kalau ia hanya bertugas
untuk mengumpulkan bahan makanan atau pakaian bagi yang ditimpa musibah. Ia
harus menganalisa mengapa sampai terjadi banjir, di samping menemukan akibat-akibat yang terjadi.
d.
Urutan Umum-Khusus
Urutan
umum-khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau dari khusus
ke umum.
Urutan yang
bergerak dari umum ke khusus pertama-tama memperkenalkan dari kelompok-kelompok
yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok-kelompok
khusus atau kecil.
Urutan umum
ke khusus dapat mengandung implikasi bahwa hal yang umum sudah diketahui
penulis, serdangkan tugasnya selanjutnya adalah mengadakan identifikasi sejauh
mana hal-hal yang khusus mengikuti pola umum tadi.
e.
Urutan Familiaritas
Urutan
familiaritas dimulai degan mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal, kemudian
berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal atau belum dikenal.
Secara logis memang agak ganjil jika pengarang mulai menguraikan sesuatu yang
tidak dikenalnya, atau yang tidak dikenal pembaca.
f.
Urutan Akseptabilitas
Urutan
akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu
barang atau hal sudah dikenal atau tifak oleh pembaca, maka urutan
akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh para
pembaca.
2.5
Macam-macam
kerangka karangan.
Macam-macam kerangka karangan tergantung dari dua
parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua berdasarkan
perumusan teksnya.
-
Berdasarkan Perincian
a.
Kerangka
karangan sementara
Kerangka karangan sementara atau non-formal merupakan suatu alat bantu,
sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar
untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan-perombakan yang dianggap
perlu. Kerangka karangan non-formal biasanya terdiri dari tesis dan pokok-pokok
utama, paling tinggi dua tingkat perincian.
b.
Kerangka
Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan
bahwa topik yang akan digarap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang
sangat sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
-
Berdasarkan perumusan teksnya
a.
Kerangka
kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan
tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit-unit utama
dan unit-unti bawahannya.
Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain :
1.
Ia memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik
yang akan diuraikan, serta perincian-perincian tetang topik itu.
2.
Perumusan topik-topik dalam tiap unit akan tetap jelas,
telah lewat bertahun-tahun.
3.
Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas
bagi siapapun, seperti bagi pengarangnya sendiri.
b.
Kerangka
Topik
Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang
lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok-pokok utama baik pokok-pokok
bawahan, dirumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak
mempergunakan kalimat yang lengkap.
2.6 Syarat-syarat
kerangka yang baik
Secara inklusif
dalam bagian tentang penyusunan, pola susunan dan macam-macam kerangka karangan
telah diuraikan beberapa segi atau persyaratan untuk menyusun sebuah kerangaka
karangan yang baik. Terlepas dari besar-kecilnya kerangka karangan yang dibuat,
tiap kerangka karangan yang baik harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut
:
a.
Tesis atau Pengungkapan maksud harus jelas
Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema daeri
karangan yang akan digarap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus dirumuskan dengan jelas dalam
struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topik mana yang dijadikan
landasan uraian dan tujuan mana yang akan dicapai oleh landasan tadi.
b.
Tiap
unit dalam kerangka karangan mengandung satu gagasan
Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit
atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan
pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang dirumuskan dalam dua kalimat,
atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat mejemuk bertingkat, atau dalam
frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok dimasukkan bersama-sama dalam
satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas.
c.
Pokok-pokok dalam kerangka
2.7
P E N U T U P
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
·
Keempat, pelaksanaan hak dasar warga Negara.
Salah satu ciri Negara demokratis
dibawa rule of law adalah
terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum
merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih
wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan
eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara
demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik
rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penring sebagai berikut:
1. Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative.
2. Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang
kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.
3. Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi
kekuatan eksekutif.
BAB III
P E N U T U P
3.1 Kesimpulan
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan demokrasi
yang baik dan aman dapat membuat keadaan politik dan pemerintahan yang semakin
baik dan dewasa dimata internasional. Demokrasi Indonesia harus dijalankan
dengan baik oleh semua dukungan kalangan masyarakat tanpa pandang bulu.
Mulai dari kegiatan demokrasi yang paling sederhana sampai dengan kegiatan
demokrasi yang paling kompleks didalam pemerintahan Indonesia. Oleh sebab itu
untuk dapat menjalankan demokrasi yang baik diperlukan aturan – aturan hukum
yang dapat menjadi panutan untuk semua masyarakat agar terciptanya demokrasi
yang aman, tentram, serta rukun untuk semua kalangan.
3.2 Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dapat digunakan agar keadaan demokrasi
di Indonesia dapat semakin berkembang dan dewasa dalam pemerintahan negara.
Diharapkan diadakannya dapat tercipta aturan hukum (rule of law) yang
tegas yang dapat mengatur demokrasi yang berada diindonesia untuk keadaan
masyarakat Indonesia yang aman, damai serta semakin dewasa pemikiran,
untuk perkembangan negara indonesia yang semakin maju dan sejahtera.
D A F T A
R P U S T A K A
ü Suardi
Abubakar, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
SMU.Jakarta: Yudhistira.
ü Hasan
Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum .
Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.
ü Riyanto
Rahmat, dkk. 2011. Demokrasi Indonesia. Bekasi:
http://blogriyani.blogspot.com/2011/05/demokrasi-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar